Kisah Para Petapa Nigantha

Suatu hari, beberapa petapa Nigantha pergi untuk mengumpulkan dana makanan dengan mangkuk mereka yang ditutupi dengan sepotong kain. Beberapa bhikkhu melihat mereka dan komentar, "Para petapa Nigantha ini, yang menutupi tubuh bagian depan lebih terhormat dibandingkan dengan para petapa Acelaka yang pergi tanpa mengenakan kain penutup apapun.


" Mendengar komentar ini, para petapa tersebut menjawab dengan tegas, "Ya, sesungguhnya kami benar-benar menutupi bagian depan kami (dengan menutupi mangkuk kami); tetapi kami menutupinya bukan karena malu pergi bertelanjang. Kami hanya menutupi mangkuk kami untuk mencegah debu pada makanan kami, karena biarpun debu sekalipun, tetap mengandung kehidupan di dalamnya. "

Ketika para bhikkhu tersebut menceritakan apa yang dikatakan para petapa Nigantha kepada Sang Buddha. Beliau menjawab, "Para bhikkhu, para petapa tersebut yang pergi dengan menutupi hanya bagian depan tubuh mereka tidak malu dengan apa yang seharusnya memalukan, tetapi malu dengan apa yang seharusnya tidak memalukan; karena pandangan salah mereka, maka mereka hanya akan menuju ke tujuan yang buruk."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 316 dan 317 berikut ini :

"Alajjitaye lajjanti
lajjitaye na lajjare
micchaditthisamadana
satta gacchanti duggatim.

Abhaye thayadassino
bhaye cabhayadassino
micchaditthisamadana
satta gacchanti duggatim."

Mereka yang merasa malu
terhadap apa yang sebenarnya tidak memalukan,
dan sebaliknya tidak merasa malu
terhadap apa yang sebenarnya memalukan;
maka orang yang menganut pandangan salah seperti itu
akan masuk ke alam sengsara.

Mereka yang merasa takut
terhadap apa yang sebenarnya tidak menakutkan,
dan sebaliknya tidak merasa takut
terhadap apa yang sebenarnya menakutkan;
maka orang yang menganut pandangan salah seperti itu
akan masuk ke alam sengsara.

Pada akhir khotbah Dhamma ini, banyak petapa Nigantha menjadi ketakutan dan bergabung dalam Pasamuan Bhikkhu (Sangha).

Related Post :

0 Comments: